/ Miftahul Jannah: Manajemen Berbasis Sekolah Sumber: Agar Posting Blog tidak bisa di Copy Paste! | jagoBlog.com

Selasa, 02 Desember 2008

Manajemen Berbasis Sekolah

I.I. Latar Belakang

Pendidikan saat ini membutuhkan dasar yang harus dibangun, yaitu menyadari posisinya sebagai penghasil jasa pendidikan. Lembaga pendidikan harus memahami dengan baik kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Tidak ada kata berhenti untuk sebuah proses dan tidak pula ada kata final untuk sebuah perubahan karena yang ada adalah proses menuju ke arah kesejatian ideal yang abstraktif. Frasa ideal yang abstraktif mengandung makna bahwa kondisi ideal adalah sebuah abstraksi semata, sebuah sosok yang dituju tetapi sifatnya hanya sebatas seakan-akan demikian, tidak ada dalam realitas.

Disekitar kita selalu ada yang disebut oleh King dan Anderson (dalam Danim : 2006), sebagai orang kreatif ( the creative person), proses kreatif (the creative process), dan produk kreatif (the creative product). Ketiganya saling berangkai karena manusia kreatif melahirkan proses kreatif dan proses kreatif lazimnya melahirkan produk kreatif (Danim : 2006). Dilingkungan organisasi formal dapat kita temukan manusia kreatif, proses kreatif, dan produk kreatif. Itulah antara lain yang melahirkan sosok yang kemudian kita sebut sebagai pembaruan dalam manajemen keorganisasian.

Pendidikan dalam millennium ketiga perlu direkonstruksi, karena terdapat perubahan-perubahan sosial yang mengubah kehidupan bersama manusia. Dapat diidentifikasikan, tiga perubahan yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia, yaitu; proses globalisasi, demokratisasi, dan kemajuan teknologi informasi. Keseluruhan perubahan-perubahan besar tersebut mempengaruhi proses pendidikan.

Perubahan kehidupan manusia di dalam era globalisasi tersebut menuntut manajemen pendidikan yang sesuai. Praktik manajemen pendidikan yang kita kenal dewasa ini melalui pendekatan yang sentralistik dan terbatas cakupannya, harus membuka diri terhadap perubahan-perubahan di dalam kehidupan manusia yang berorientasi global.

Pendidikan yang sentralistik tak lagi relevan. Wacana yang berkembang melahirkan pemikiran kebutuhan perubahan dari paradigma sekolah sebagai penanggung jawab pendidikan kepada masyarakat sebagai penanggung jawab pendidikan. Fenomena ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan. Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena kurang mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah. Disamping itu membawa dampak ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atas. Dengan demikian desentralisasi pendidikan bertujuan untuk memberdayakan peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau masyarakat.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

  1. Bagaimana perkembangan manajemen pendidikan di Indonesia?
  2. Bagaimana penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia?

I.3. Tujuan Makalah

Adapun tujuan dibuatnya makalah Manajemen Pendidikan ini adalah untuk mengetahui penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia.

1.4. Manfaat

  1. Manfaat Teoritis

Secara umum makalah ini diharapkan secara teoritis dapat memberikan sumbangan kepada sekolah mengenai manajemen berbasis sekolah sehingga dapat berguna bagi penerapannya disekolah.

  1. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini memberikan masukan kepada sekolah agar dapat menerapkannya disekolah sehingga tujuan dari manajemen berbasis sekolah yaitu peningkatan mutu pendidikan dapat terwujud

1. Perkembangan manajemen pendidikan

Di Indonesia pelaksanaan desentralisasi di wujudkan dalam otonomi. Dimana yang menjadi acuan adalah UU No 22 Tahun 1999 dan di perbaharui dengan UU No 32 Tahun 1994. Hal ini berarti bahwa daerah mempunyai wewenang yang penuh di dalam mengatur dan mengelola pendidikan yang ada di daerahnya, baik pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi.

Otonomi daerah perlu dibedakan dengan otonomisasi pendidikan. Bahwa Pemerintah Daerah mempunyai hak di dalam manajemen seluruh jenjang dan jenis pendidikan di daerahnya, bukan berarti Pemerintah Daerah mempunyai hak di dalam perkembangan ilmu. Sebenarnya, dengan adanya otonomi daerah dan otonomi pendidikan akan terwujud otonomisasi pendidikan. Di sinilah terletak kebebasan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang tumbuh di daerah. Otonomi daerah di bidang pendidikan ini antara lain bertujuan:

  1. Meningkatkan pelayanan pendidikan yang lebih dekat, cepat, mudah, murah, dan sesuai kebutuhanmasyarakat dengan menekankan pada prinsip demokratis dan berkeadilan, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, kemajemukan bangsa(memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah), sistemik dengan sistemik terbuka dan multimakna
  2. Pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat
  3. Memberikan keteladanan, membangun keuangan
  4. Mengembangkan kreativitas peserta didik
  5. Mengembangkan budaya membaca, menulis, berhitung, dan memberdayakan seluruh komponen masyarakat (peran serta masyarakat)
  6. Pemerataan dan keadilan
  7. Meningkatkan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan
  8. Akuntabilitas public
  9. Transparansi
  10. Memperkuat integritas bangsa (memelihara hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah dalam rangka keutuhan Negara Kesatuan republic Indonesia atau NKRI).
  11. Meningkatkan daya saing di era global.

(Husaini Usman, 2008 : 572).

Pada tataran penganggaran, Di samping komitmen kuat pemerintah, masyarakat pun harus makin kuat memberdayakan diri untuk membangun pendidikan. Asumsinya adalah bahwa pendidikan yang bermutu itu berbasis pada masyarakat, untuk masyarakat, dan keluaran sekolah akan kembali pada masyarakat. Sementara urusan manajemen internal sekolah yang mendukung proses pendidikan dan pembelajaran dikreasi secara relatif otonom oleh komunitas sekolah sendiri. Format kerja manajemen sekolah seperti inilah yang disebut dengan manajemen berbasis sekolah (MBS).

A. Apa itu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia menyebut MBS dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Secara umum MPMBS diartikan sebagai model manajemen yang memberi otonomi lebih besar pada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung warga sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

Sedangkan menurut Nurkholis (2003:11) merumuskan bahwa MBS adalah model pengelolaan sekolah dengan memberikan kewenangan yang lebih besar pada tingkat sekolah untuk mengelola sekolahnya sendiri secara langsung.

Dengan demikian maka dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS):

  • Alokasi dana kepada sekolah menjadi lebih besar dan sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan sekolah sendiri.
  • Sekolah lebih bertanggung jawab terhadap perawatan, kebersihan, dan penggunaan fasilitas sekolah, termasuk pengadaan buku dan bahan belajar. Hal tersebut pada akhirnya akan meningkatkan mutu kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di kelas.
  • Sekolah membuat perencanaan sendiri dan mengambil inisiatif sendiri untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan melibatkan masyarakat sekitarnya dalam proses tersebut.
  • Kepala sekolah dan guru dapat bekerja lebih profesional dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak di sekolahnya.

B. Mengapa MBS?

Tujuan utama Manjemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah peningkatan mutu pendidikan. Dengan adanya MBS sekolah dan masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah dari atas. Mereka dapat mengembangkan suatu visi pendidikan yang sesuai dengan keadaan setempat dan melaksanakan visi tersebut secara mandiri. Adapun tujuan dari MBS adalah sebagai berikut:

  • Tujuan Umum MBS yaitu:

Mendirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian otonomi kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif.

  • Tujuan Khusus MBS yaitu :
  1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang ada.
  2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
  3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada masyarakat.
  4. Meningkatkan persaingan yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang ingin dicapai.

C. Konsep Dasar MBS

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, konsep dasar dari MBS adalah otonomi, kemandirian, dan demokratis.

1. Otonomi, mempunyai makna bahwa kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan sekolah dalam mencapai tujuan sekolah (mutu pendidikan) menurut prakarsa berdasarkan aspirasi dan partisipasi warga sekolah dalam bingkai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Kemandirian, mempunyai makna bahwa dalam pengambilan keputusan tidak tergantung pada birokrasi yang sentralistik dalam mengelola sumber daya yang ada, mengambil kebijakan, memilih strategi dan metoda dalam memecahkan persoalan yang ada, mampu menyesuaikan dengan kondisi lingkungan serta peka dan dapat memanfaatkan peluang yang aa.

3. Demokratif, mempunyai makna seluruh elemen-elemen sekolah dilibatkan dalam menetapkan, menyususn, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan untuk mencapai tujuan sekolah (mutu pendidikan) sehingga memungkinkan tercapainya pengambilan kebijakan yang mendapat dukungan dari seluruh elemen-elemen warga sekolah.

D. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri-ciri MBS, bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan SDM, proses belajar-mengajar dan sumber daya sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut:

Ciri-ciri sekolah yang melaksanakan MBS


E. Komponen Manajemen Berbasis Sekolah

Tujuan Program MBS adalah peningkatan mutu pembelajaran. Program ini terdiri atas tiga komponen, yaitu:

  1. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Salah satu kebijakan pendidikan yang muncul mewarnai alam reformasi adalah School Based Management atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Awalnya MBS telah diterapkan dinegara-negara maju dan berhasil, tetapi untuk penerapan konsep MBS ini masih baru dalam manajemen pendidikan di Indonesia.Oleh karena itu tidak dapat berlangsung dengan cepat untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Sehingga untuk penyempurnaannya, praktisi pendidikan dapat merevisinya sesuai kebutuhan sekolah.

Adanya MBS ini memerlukan penyesuaian, baik teknis maupun budaya. Penyesuaian teknis dapat dilaksanakan melalui penataran, workshop, seminar, dan diskusi. Sedangkan penyesuaian budaya dilakukan dengan melalui pemahaman pemikiran, kebiasaan, tindakan sampai terbentuknya karakter MBS pada semua warga sekolah.

Menurut Husaini Usman (2008:574), Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan MBS antara lain:

1. Komitmen, kepala sekolah dan warga sekolah harus mempunyai komitmen yang kuat dalam upaya menggerakkan semua warga sekolah untuk menjalankan mbs.

2. Kesiapan, semua warga sekolah harus siap fisik dan mental.

3. Keterlibatan, pendidikan yang efektif melibatkan semua pihak dalam mendidik anak.

4. Kelembagaan, sekolah sebagai lembaga adalah unit terpenting bagi pendidikan yang efektif.

5. Keputusan, segala keputusan sekolah dibuat oleh pihak yang benar-benar mengerti tentang pendidikan.

6. Kesadaran, guru-guru harus memiliki kesadaran untuk membantu dalam pembuatan keputusan program pendidikan dan kurikulum.

7. Kemandirian, sekolah harus diberi otonomi sehingga memiliki kemandirian dalam membuat keputusan pengalokasian dana.

8. Ketahanan, perubahan akan bertahan lebih lama apabila melibatkan stakeholders sekolah.

Inti kegiatan manajemen pendidikan persekolahan adalah pembuatan keputusan untuk peningkatan mutu kinerja sekolah. Sejalan dengan pemikiran ini, inti manajemen partisipatif yang dituntut dalam MBS adalah pembuatan keputusan secara partisipatif. Keputusan dalam bidang manajemen itu berasal dari manusia secara melembaga dan untuk kepentingan manusia yang melembaga pula atau yang mempunyai kepentingan dengan lembaga tersebut.

Sekolah yang menjalankan MBS berarti harus berbudaya mutu. Budaya mutu dalam Husaini Usman (2008:586) adalah semua pikiran, perasaan, dan tindakan diarahkan untuk meningkatkan mutu.

  1. Peran Serta Masyarakat (PSM)

Pendidikan dengan segala persoalannya tidak mungkin diatasi hanya oleh lembaga persekolahan. Untuk melaksanakan program-progamnya, sekolah perlu mengundang berbagai pihak (keluarga, masyarakat, dan dunia usaha/industri) untuk berpartisipasi secara aktif dalam berbagai program pendidikan. Partisipasi ini perlu dikelola dan dikoordinasikan dengan baik, agar lebih bermakna bagi sekolah, terutama dalam meningkatkan mutu dan efektifitas pendidikannya. Partisipasi masyarakat tidak seharusnya hanya dalam bentuk dana, melainkan juga sumbangan pemikiran dan tenaga (Rochaety, dkk, 2006).

Pembentukan Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/sekolah dan Komite Sekolah di tingkat persekolahan merupakan salah satu bentuk bahwa pendidikan berbasis masyarakat menjadi isu sentral kita. Di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 disebutkan bahwa salah satu program pembinaan pendidikan dasar dan menengah adalah mewujudkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah/masyarakat (school/community-based education), dengan memperkenalkan Dewan Pendidikan (dalam UU ini disebut Dewan sekolah) ditingkat Kabupaten/Kota serta pemberdayaan atau pembentukan Komite Sekolah di tingkat sekolah (Danim, 2006).

  1. Peningkatan Mutu Kegiatan Belajar Mengajar

Menurut Sagala dalam Akdon (2006 : 227) Sekolah dapat dikatakan bermutu apabila prestasi sekolah khususnya prestasi siswa menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam :

  1. Prestasi akademik yaitu nilai raport dan nilai Ebtanas murni yang sesuai dengan standar
  2. Memiliki nilai-nilai kejujuran, ketakwaan, kesopanan, dan mampu mengapresiasi nilai-nilai budaya
  3. Memiliki tanggung jawab yang tinggi dan kemampuan yang mewujudakan dalam bentuk keterampilan sesuai dasar ilmu yang diterima disekolah.

Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, salah satunya adalah perencanaan. Dalam rangka memberikan pendidikan yang berkualitas, perencanaan pendidikan harus dirumuskan secara menyeluruh, mulai dari tingkat nasional (makro), tingkat daerah/departemen (meso), sampai pada tingkat institusi/sekolah (mikro).

Selain dari perencanaan, peningkatan mutu pendidikan sangat mutlak diperlukan pengelolaan pendidikan. Maka dari itu, pemerintah menetapkan kebijakan dalam meningkatkan kualitas pendidikan yaitu diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah yang memberikan peluang bagi pengelola sekolah untuk merancang suatu program dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki. Potensi tersebut dapat berupa manusianya, fasilitas, dan dana. Diharapkan dengan diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah tersebut dapat meningkatkan mutu pendidikan.

Dengan demikian, tujuan manajemen pendidikan adalah; tidak lain diarahkan kepada meningkatkan kualitas pendidikan, yaitu pendidikan yang mempunyai relevansi serta akuntabilitas.

F. Kegiatan Program MBS
Kegiatan program MBS yang dilakukan di daerah meliputi hal-hal berikut:

  • Pelatihan tim pelatih tingkat kabupaten
  • Pelatihan sekolah dan masyarakat (kepala sekolah, guru dan masyarakat)
  • Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Sekolah (RIPS) dan RAPBS oleh sekolah dan masyarakat
  • Pelatihan untuk guru, termasuk pendampingan langsung di kelas oleh pelatih

G. Dampak MBS bagi Sekolah

  • MBS menciptakan rasa tanggung jawab melalui administrasi sekolah yang lebih terbuka. Kepala sekolah, guru, dan anggota masyarakat bekerja sama dengan baik untuk membuat Rencana Pengembangan Sekolah. Sekolah memajangkan anggaran sekolah dan perhitungan dana secara terbuka pada papan sekolah.
  • Keterbukaan ini telah meningkatkan kepercayaan, motivasi, serta dukungan orang tua dan masyarakat terhadap sekolah. Banyak sekolah yang melaporkan kenaikan sumbangan orang tua untuk menunjang sekolah.

Pelaksanaan PAKEM (Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) atau Pembelajaran Kontekstual dalam MBS, mengakibatkan peningkatan kehadiran anak di sekolah, karena mereka senang belajar.

Namun pada pelaksanaannya, tidak semua sekolah sudah dapat menyelenggarakan manajemen Berbasis sekolah dengan baik yang dapat disebabk

a. Manajemen Sekolah

Manajemen sekolah cenderung pasif dan belum melibatkan semua pihak terkait termasuk masyarakat dan keuangan sekolah sering kurang transparan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukannya suatu manajemen di sekolah tersebut yang memiliki ciri-ciri dari pemerintahan yang baik atau sering disebut juga Good Government :

1. Partisipasi

Ditandai dengan apakah pengambilan keputusan guna merespon masalah public di lakukan secara partisatif,melibatkan stekholders atau secara elitis dan otoritarian. Dalam manajemen pendidikan, peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dapat dilibatkan. Bukan hanya dalam hal pembiayaan proses pendidikan, tapi juga dapat dapat menjadi pengendali mutu dari output sekolah tersebut.

2. Efisiensi

Ditandai apakah pengelolaan sumber daya public dilakukan secara berdaya dan apakah pemerintah (state) dan pasar bekerja secara efisien. Tidak ada kebocoran dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah.

3. Efektifitas

Ditandai dengan apakah pemerintah melaksanakan kebijkan dan program secara efektif, dalam pengertian terjadi ketepatan waktu, biaya dan alokasi SDM. Apakah tujuan dan sasaran bisa dicapai, bagaimanakah tingkat keberhasilan program atau proyek dan realisasi outputnya.

4. Transparansi

Ditandai oleh apakah kebijakan, regulasi, program, anggaran dan kegiatan pemerintah terbuka pada public, seberapa besar upaya yang dilakukan untuk membuat publik memahami apa yang diputuskan dan dilakukan oleh pemerintah. Dalam manajemen berbasis sekolah, transparansi dalam bidang keuangan sangat diperlukan . Hal ini dapat dilakukan dengan cara menulis biaya pendidikan disekolah di papan yang ditempel disekolah sehingga dapat dilihat semua warga sekolah.

Gambar 1. Penulisan anggaran

pendapatan belanja sekolah

dipapan pengumuman sehingga

dapat dilihat semua pihak.

5. Responsivitas

Ditandai dengan apakah kebijakan, program dan tindakan pemerintah menjawab kebutuhan dan kepentingan public, seberapa banyak anggaran di alokasikan dan bagaimana keluhan atau kepuasan yang datang dari masyarakat.

6. Akuntabilitas

Ditandai dengan bagaimana tingkat pertanggung jawaban pemerintah dalam menjalankan tugas, apakah ada praktek KKN.

7. Akuntabilitas

Ditandai oleh jumlah kasus pelanggaran hokum, apakah penyelesaian kasus pelanggaran diselesaikan menurut hukum, dan bagaimana persamaan perlakuan di muka umum.

8. Keadilan

Ditandai dengan ada tidaknya kesamaan antara semua warga Negara, antara penduduk asli dengan pendatang, antara laki-laki dan perempuan, antara kelas atas-menengah dan bawah untuk mendapatkan hak yang sama sebagai warga.

b. Peran serta Masyarakat

Peran Serta Masyakat terbatas sebagian besar pada pengumpulan dana untuk sekolah dan belum terlibat dalam manajemen sekolah maupun menunjang kegiatan belajar mengajar secara langsung.

Pendidikan dengan segala persoalannya tidak mungkin diatasi hanya oleh lembaga persekolahan. Untuk melaksanakan program-progamnya, sekolah perlu mengundang berbagai pihak (keluarga, masyarakat, dan dunia usaha/industri) untuk berpartisipasi secara aktif dalam berbagai program pendidikan. Partisipasi ini perlu dikelola dan dikoordinasikan dengan baik, agar lebih bermakna bagi sekolah, terutama dalam meningkatkan mutu dan efektifitas pendidikannya. Partisipasi masyarakat tidak seharusnya hanya dalam bentuk dana, melainkan juga sumbangan pemikiran dan tenaga (Rochaety, dkk, 2006).

Pembentukan Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/sekolah dan Komite Sekolah di tingkat persekolahan merupakan salah satu bentuk bahwa pendidikan berbasis masyarakat menjadi isu sentral kita. Di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 disebutkan bahwa salah satu program pembinaan pendidikan dasar dan menengah adalah mewujudkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah/masyarakat (school/community-based education), dengan memperkenalkan Dewan Pendidikan (dalam UU ini disebut Dewan sekolah) ditingkat Kabupaten/Kota serta pemberdayaan atau pembentukan Komite Sekolah di tingkat sekolah (Danim, 2006).

Selain itu juga, masyarakat dapat melihat proses belajar mengajar dari peserta didik, bahkan dapat terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian orang tua selaku stake holder dan masyarakat dapat melihat langsung perkembangan dari anaknya.

Gambar 2. Orang tua berperan

serta langsung dalam kegiatan

pembelajaran

Gambar 3. Peningkatan peran serta masyarakat dalam hal: Meningkatkan kondisi lingkungan sekolah, mendukung pembelajaran anak

c. Kegiatan Pembelajaran

Saat ini kegiatan pembelajaran masih guru yang berperan lebih banyak dari pada peserta didik sehingga peserta didik kurang mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya sebagai akibat dari peran guru yang terlalu dominant tersebut. Selain itu, peserta didik masih lebih banyak menyalin tulisan dari papan tulis dan menjawab pertanyaan yang ditulis guru atau dari buku paket, belum ada pertanyaan yang mengungkapkan pikiran siswa dengan kata-kata sendiri.

Gambar 4. Siswa lebih banyak menyalin tulisan dari papan tulis dan menjawab pertanyaan yang ditulis guru atau dari buku paket.

Gambar 5. peserta didik masih lebih banyak menyalin tulisan dari papan tulis.

Peningkatan Mutu Kegiatan Belajar Mengajar dapat dilakukan melalui Peningkatan Mutu Pembelajaran yang disebut Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) di SD-MI, dan Pembelajaran Kontekstual di SLTP-MTs..

Tujuan Program MBS

Gambar 5. Kegiatan pembelajaran, siswa lebih Aktif, Kreatif, Efektif dan

Menyenangkan.

3.1. Simpulan

  • Manajemen pendidikan dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu yang mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
  • Otonomi daerah perlu dibedakan dengan otonomisasi pendidikan. Bahwa Pemerintah Daerah mempunyai hak di dalam manajemen seluruh jenjang dan jenis pendidikan di daerahnya, bukan berarti Pemerintah Daerah mempunyai hak di dalam perkembangan ilmu. Sebenarnya, dengan adanya otonomi daerah dan otonomi pendidikan akan terwujud otonomisasi pendidikan. Di sinilah terletak kebebasan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang tumbuh di daerah.

3.2. Saran

  • Semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam mengikuti mata kuliah Landasan dan Problematika Pendidikan.

§ Setelah mempelajari dan memahami makalah ini kiranya kita dapat mengaplikasikan pengetahuan tentang manajemen yang berbasis sekolah sehingga mutu pendidikan yang ada pada saat ini dapat lebih baik.

Danim, Sudarwan. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah. Dari Unit Birokrasi Ke Lembaga Akademik. Jakarta : Bumi Aksara.

Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta. Prenada Media Group.

Rochaety, Eti, dkk. 2006. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Sulistiyani, Ambar Teguh. 2004. Memahami Good Governance: Dalam Persepektif Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Gava Media.

Usman, Husaini. 2008. Manajemen : Teori Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

1 komentar:

berbagi iti indah mengatakan...

makalahnya bagus sekali , dan terimakasih banyak .mohon izin tuk ngopy ya? karena aku lagi membutuhkan Makalah ini sebagai referensi tugas kuliahku.